Cari Blog Ini

11.25.2012

11.22.2012

Koffie Ko’ Mihil?


Aku pertama kali baca artikel ini di majalah Batavia Air, sewaktu penerbangan menuju Hang Nadim, Batam dari Bandara Adisucipto, Yogyakarta. Karena menurutku sangat menarik, sesampainya di rumah aku segera mengunjungi kedainya Pak Bondan untuk mencari tahu lebih lanjut :). Begini potongan deskripsinya:

Koffie Ko’ Mihil?

Tempo belakangan ini, di seantero Weltevreden en sakiternja, moelai popiler dan gebekend di kalangan kaoem elite, terpeladjar, dan filmsterren, coffee shop atawa cafe modern jang mendjoeal koffie model Amerika Sariket. Soeasananja memang gezellig, tetapi harganja sanget mihil. Satoe tjangkir koffie dibandrol dengen harga sakiter US$3. Bajangken! Seandainja dibelandjakan gado-gado, soeda bole dapet antara ampat atawa anam porsi. Bila oentoek beli onde-onde, pasti dapat satoe rantang besar.
Tamtoe banjak njang hairan. Mengapa Indonesia sebagai penghatsil koffie nomor tiga di doenia tida dapet mendjoeal koffie dengen harga njang moera. Di Indo-chine (di kemoedian hari aken diseboet Vietnam), penghatsil koffie nomor doea doenia, koffie didjoeal moera di pinggiran djalan maoepoen di restouranten. Orang Indo-chine pinter menjedoeh koffie seperti halnja orang Prantjis njang memerinta marika di waktoe laloe. Di pinggir djalan, es koffie soesoe njang mantep rasanja, tjoema didjoeal dengen harga 30 sen dalam mata oeang Amerika. Begitoe djoega di Brazil, negara penghatsil koffie paling kampioen di doenia, koffie adalah minoemannja rahajat njang didjoeal dengan harga sanget terdjangkaoe.
Maka dari itoe, sebagai poetra bangsa, saja berfikir keras oentoek bisa menjadjiken koffie bermoetoe di tempat njang njaman, tetapi harganja tida bole mahal. Haroes ada oentoeng, soepaja oesaha bole voortbestaan alias teroes madjoe. Tetapi, para tamoe misti diberi harga njang masoek akal, soepaja marika njang boemipoetra maoepoen kaoem vreemde oosterlingen atawa kaoem peranakan njang toempa dara di negeri ini dapet bangga menikmati koffie sebagai productie bangsa sendiri.
Saja hadirken Koffiehuis Oey alias Kopitiam Oey – koffie dengen harga djoedjoer. Semoga toean, njonjah, sinjo, en nonik, poeas dengen lajanan kami. Kami oentoeng, jullie samoewa senang.
18 Tjia Gwee 1928
Sodjah en tabe,
Oey Boen Than
njang poenja ini kedai
Kira-kira kalau ditulis dengan ejaan sekarang seperti ini:

Kopi kok mahal?

Akhir-akhir ini, di daerah Weltevreden (Jakarta Pusat) dan sekitarnya, mulai populer dan dikenal di kalangan elit, terpelajar dan filmsterren (bintang film), kedai kopi ataupun kafe modern yang menjual kopi model Amerika Serikat. Suasananya memang gezellig (nyaman), tetapi harganya sangat mahal. Satu cangkir kopi dibandrol dengan harga sekitar US$3 (sekitar 30 ribu-an). Bayangkan! seandaikan dibelanjakan gado-gado, sudah bisa dapat empat sampai enam porsi. Bila untuk beli onde-onde pasti dapat satu rantang besar.

Tentu banyak yang heran. Mengapa Indonesia sebagai penghasil Kopi nomor tiga di dunia tidak dapat menjual kopi dengan harga murah. Di Indo-cina (yang sekarang disebut Vietnam), penghasil kopi nomor dua di dunia, kopi dijual murah baik di pinggir jalan maupun restoran. Orang Indo-Cina pintar menyeduh kopi seperti halnya orang Perancis yang pernah memerintah Amerika dulu. Di pinggir jalan, es kopi susu yang mantap rasanya, cuma dijual dengan harga 30 sen dalam mata uang Amerika. Begitu juga di Brazil, negara penghasil kopi nomor satu di dunia, kopi adalah minuman rakyat yang dijual dengan harga terjangkau.

Maka dari itu, sebgai putra bangsa, saya berpikir keras untuk bisa menyajikan kopi bermutu di tempat yang nyaman, tapi harganya tidak boleh mahal. Harus ada untung, supaya usaha bisa voortbestaan alias terus maju. Tetapi, para tamu mesti diberi harga yang masuk akal, supaya mereka yang bumiputra (pribumi) maupun yag kaum vreemde oosterlingen atau kaum peranakan yang bertumpah darah di negeri ini dapat bangga menikmati kopi sebagai produksi dalam negeri. Saya hadirkan Koffiehuis Oey alias Kopitiam Oey – kopi dengan harga jujur. Semoga tuan, nyonya, sinyo dan nonik puas dengan layanan kami. Kami untung, anda semua senang.

18 Tjia Gwee 1928

Sodjah en tabe,
Oey Boen Than
njang poenja ini kedai

(Bondan Winarno, pakar kuliner :))

Keren kan? beliau membuka kedai kopi tersebut dengan misi yang sangat mulia :). Sangat patut kita apresiasi. Sebagaimana misi beliau sebelumnya, yakni mempopulerkan kuliner Indonesia. Dan kita semua sudah bisa lihat hasilnya. Kuliner Indonesia mulai dikenal, munculnya berbagai festival makanan daerah dan acara-acara bertema kuliner juga bertebaran di televisi kita. ^_^

Dan jargon Pak Bondan sebagai penutup >> Mak Nyuss!!



NB: credit to Bpk Umar Kayam jg :)